Indahnya Gunung Gede
Gunung, bagiku kau adalah tempat terbaik untuk sekedar melepas “ke-sumpek-an” dari berbagai pekerjaan. Bukan hanya tempat tertinggi di bumi, tapi juga tempat tertinggi di hati yang mampu memberi kebahagiaan sejati pada diri ini.
Tiga kali naik gunung, tidak terlalu sering memang, tapi sekalinya sudah naik ke puncak, ku sangat enggan untuk turun meninggalkannya.
Bahkan, gunung selalu memberi hawa rindu yang kadang tak kuasa ku menahan daya tarikmu. Ku yakin, Dilan pun akan menyesal ketika tau beratnya rindu kepada gunung daripada rindu kepada Milea.
Bukan Semeru, bukan Merbabu, tapi kali ini ku berkunjung padamu, Gede. Sebuah gunung yang letaknya ada di tanah kelahiranku. Namun ku sangat menyesal, kenapa baru di usia sekarang ini ku baru bercengkerama denganmu. Tapi, tak masalah, yang terpenting adalah ku masih ada kesempatan tuk bisa bermanja ria bersamamu.
27 April 2019
Persis satu tahun yang lalu terakhirku mendaki, April 2018, ku mendaki salah satu gunung di Jawa Timur, Gunung Lawu.
Awalnya ku masih belum berniat mendaki, karena pikirku bahwa selama ini ragaku tidak diolah alias gak pernah olahraga. Yaps, ketika raga gak pernah olahraga, maka ada kemungkinan cedera ketika harus memaksakan naik gunung.
Kala itu, 2 minggu sebelum tanggal 27 April 2019, ada seorang teman dari sebuah komunitas pecinta alam yang mereka bernama Explore Cianjur Selatan (ECS), mengajakku untuk berkunjung ke Gunung Gede Pangrango.
Sempat ku berpikir untuk tidak mendaki dulu karena alasan badanku yang sudah lama nggak pernah olahraga. Ya, aku adalah anak kasur, keseharianku hanya duduk depan computer dan seringkali tergoda sama kenyamanan kasur.
Inilah yang membuatku ragu untuk berangkat mendaki. Tapi, ku pikir masih ada waktu 2 minggu untuk melemaskan badaku yang kaku.
Yasudah, pada akhirnya ku putuskan untuk ikut mendaki bareng teman-temanku. Namun, entah mengapa, di waktu 2 minggu itu ku malas sekali berolahraga, dan hanya 2 kali saja.
Akhirnyaaa, 27 April 2019, tepat hari Sabtu, 3 minggu setelah hari ulang tahunku, dan setelah setahun ku menahan rindu, ku berangkat ke gunung meninggalkan segala kepenatan dan kesumpekan dalam keseharianku.
Rumah to Basecamp Gunung Putri
Pukul 4.30 pagi, alarm pertamaku berdering di saat ku masih tidur nyenyak. Tapi, alarm ini tak membuatku langsung bangun. Karena alarm pertama hanya sebatas pemberitahuan bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 4.30.
Lalu, 15 menit kemudian, alarm kedua pun berdering dan ku mulai membuka mata. Namun, mata ini begitu berat, hingga diriku masih berleha-leha di atas kasur.
Alarm ketiga, tepat pukul 5 pas, mulai terdengar berdering, dan diriku langsung bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi.
Satu hari sebelumnya, temanku ngasih informasi bahwa waktu berkumpul di basecamp adalah pukul 6 pagi, namun entah kenapa, diriku yang anak kasur ini, bahkan baru berangkat pukul 6 pagi menuju Basecamp.
Akhirnya, tepat pukul 6 pagi aku dan satu orang temanku bergegas berangkat menuju basecamp. Aku dan temanku berangkat menggunakan motor Vixion yang mana nggak punya bagasi depan seperti motor bebek biasa.
Padahal, kami masing-masing membawa carrier 45L dan 60L. Bisa dibayangkan, begitu besarnya tas yang kami bawa berdua menggunakan motor yang tanpa ada tempat penyimpanan tas.
Satu orang mengendarai motor, satu orang lagi di belakang dengan kondisi menggendong tas dan satu tas lagi di simpan di tengah. Sumpah, ini berat.
40 menit kemudian kami baru sampai ke basecamp untuk memarkir motor. Tapi, ternyata kami salah masuk basecamp. Dan tidak ada satu pun teman-dari komunitas ECS yang bisa dihubungi karena kendala sinyal.
Kami berdua memutuskan untuk pergi dari basecamp pertama, dan berjalan sekitar 100 meter lagi untuk mencari teman-teman ECS. Tapi, ini hanya sia-sia, teman-teman ECS telah berangkat meninggalkan kami berdua.
Memang, ini salah kami, kami terlambat berangkat.
From Basecamp to Pos Pertama
Waktu menunjukkan pukul 8.00, dibarengi dengan cuaca yang sedikit mendung dan tak cerah sebagaimana niatku untuk mengunjungi puncak Gede.
Pagi itu, sang mentari enggan menunjukkan dirinya, dia hanya bersembunyi di balik awan yang tebal. Mungkin, ia hanya belum siap memancarkan cahayanya ke bumi. Tapi, kondisi ini tak menyurutkan semangatku.
Aku dan temanku memulai pendakian melalui jalur Gunung Putri. Kemudian, sekitar 200 meter perjalanan dari basecamp, kami berhenti di pos simaksi untuk melakukan pencatatan pendaki kepada petugas.
Ku kira, pendakian ini tidak akan ramai, namun ternyata sangat ramai dari yang ku kira. Dari pos pencatatan ini tampak kerumunan para pendaki yang juga akan naik ke atas.
Entah ratusan, atau bahkan menyentuh ribuan, aku tidak tau pasti berapa jumlah pendaki pada saat itu. Tapi yang jelas, selama perjalanan itu kami berjalan perlahan bersama pendaki lain.
Dan mungkin ini pendakian terbanyak selama yang kulihat.
Berjalan di jalan setapak dengan keindahan kebun sayuran di kanan kiri ku. Tampak para petani sayur yang sedang bekerja di ladang kebun mereka.
Jalur ini masih terbilang mudah, karena masih awal-awal perjalanan. Dengan semangat yang tinggi, perjalanan menuju pos 1 pun tidak begitu terasa berat.
Sekitar 1 jam lebih, akhirnya kami melihat sebuah gapura bertuliskan “Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”, dan inilah, inilah pos 1.
Ya, kami sampai di pos 1.
Pos 1 to Alun-alun Suryakencana
Sejenak, kami beristirahat di pos 1 sembari menikmati cemilan dan air putih yang kubawa dalam tas. Padahal, di pos ini ada satu warung yang menjual makanan seperti gorengan, semangka, kerupuk, dll.
5 menit adalah waktu yang cukup untuk sekedar istirahat, tidak terlalu lama memang, tapi cukup untuk mengisi energy kembali.
Kami lanjut pergi menuju pos 2. Jalan mulai sulit, langkah pun sedikit demi sedikit, tenaga juga kami irit-irit.
Di beberapa jam perjalanan, kami pun tiba di pos 2. Posisi pos ini tepat di tanjakan.
Kemudian pos 2 ke 3, jalan mulai rusak, orang-orang semakin padat. Bahkan, untuk melangkah pun rasanya seperti padat merayap.
Pos 3 ke 4, sebuah jarak yang cukup panjang, sehingga ada 3 pos bayangan di perjalanan ini.
Pos 4 ke Surken, tanjakan sangat curam, jalanpun perlu hati-hati.
Welcome to Alun-alun Suryakencana
Finally, sore hari, kami sampai di alun-alun. Sebuah padang yang begitu luas dihiasi dengan ribuan pohon si bunga abadi Edellweiss. Sebuah pemandangan yang sangat indah. Seketika, lelahku hilang, lelahku lenyap, lelahku tergantikan dengan kebahagiaan.
Namun, beberapa menit kami sampai di alun-alun, kami langsung disambut dengan hujan. Hujan yang cukup lebat. Akhirnya, ponco pun kami keluarkan.
Hujan ini terus menemani kami ketika mendirikan tenda. Sepatu, celana, kaos kaki, semua basah.
Semalam di Alun-alun Suryakencana
Tempat ini memang tempat favorit para pendaki yang naik ke Gunung Gede. Tempatnya yang luas dengan hamparan rumput dan pohon bunga Edellweiss yang dihiasi dengan warna-warni tenda para pendaki.
Malam hari, hujan pun berhenti, namun hawa dingin mulai datang. Kami pun tidak banyak bermain di luar, kami hanya tinggal di dalam tenda untuk menghangatkan diri.
Kami pun tidur.
Menuju Puncak
Waktu sudah jam 5 pagi, kami pun bangun dan lekas ambil air wudhu dan mendirikan shalat subuh. Kemudian langsung beranjak menuju puncak agar kami tidak ketinggalan sunrise.
Perjalanan menuju puncak agak sedikit berat, karena kaki ku terasa pegal sisa perjalanan kemarin. Namun aku tidak menyerah, tanpa membawa tas, kami terus berjalan perlahan menuju puncak.
Lelah memang, tapi semua terbayarkan saat kami berada di puncak tertinggi di Cianjur. Di sini aku bisa melihat keindahan kota di depan sana. Namun sayang, kala itu lautan awan tidak menampakkan diri, tapi sang surya dengan gagahnya menyinari.
.
No Comment