Persahabatan yang Bermula dari Mangsa | Cerpen
Seorang murid sedang berada di tengah lapangan sedang dikerumuni beberapa siswa yang lainya. Sungguh tidak tega melihat pemandangan tersebut. Murid tersebut sedang dilempari buah kersen.
Dia tidak berdaya, dia hanya bisa diam saja tanpa melawan. Saat itu waktu sore dan semua siswa dan guru sudah pulang. Tidak ada siapa-siapa lagi disana, kecuali tiga siswa yang mengerumuni seorang murit tersebut, dan aku.
Aku sendiri hanya bisa menontonnya, mereka bertiga dan aku hanya sendirian. Ditambah lagi tiga anak nakal tersebut adalah teman sekelasku. Bisa jadi bola sepak aku kalau berani sama mereka.
Anak tersebut adalah siswa junior. Dia baru masuk tahun ini, sedangkan kami sudah dari dua tahun yang lalu.
Dia memakai kacamata tebal, dengan baju putih dan celana biru, dengan bentuk rambut yang disisir lurus ke kiri, membawa tas yang dari tadi dipegangi dengan kedua tangannya sambil berjongkok.
Anak-anak nakal itu memang senang mem-bully siswa baru. Kebetulan sekolah kami dikelilingi banyak pohon kersen. Jadi cukup untuk menyiksa siswa disekolah.
Baju putih yang dikenakannya membekas warna merah kekuningan karena buah tersebut. Banyak dari buah kersen menempel di baju, rambur serta tas milikinya.
Aku kasian melihatnya. Tapi apa boleh buat, tidak ada yang berani melawan mereka. Siapa yang menantang salah satu dari mereka, siapa saja itu, akan habis dikeroyoknnya.
Aku tetap memandangi dari kejauhan, meskipun mereka tau asalkan aku tutup mulut tidak bilang ke siapa-siapa maka nasibku akan aman.
Setelah puas mereka pun pergi. Anak tersebut pun membersihkan bajunya yang kotor. Mengebas-ngebas rambutnya, mengepakkan baju dan celana, setelah itu dia berjalan pulang.
Setahuku, anak tersebut juga tidak memiliki teman, kecuali sedikit. Dia lebih sering dijumpai pada tempat-tempat belajar, seperti perpustakaan, kelas, dan labotarium. Meskipun tidak ada jam kelas, maupun guru pembimbing, dia tetap pergi ke sana, walau hanya sekedar membaca buku.
Jarang sekali kakak kelas seperti kami berbicara dengannya, bahkan temannya sendiri pun mungkin ada yang tidak mengenalnya. Dia telalu pendiam.
Sampai suatu hari, salah seorang dari tiga anak temanku yang pernah menyakitinya jatuh sakit. Aku yang masih lebih pantas dianggap temannya datang untuk menjenguk.
Tapi kejadian itu sangat singkat, aku tidak bisa begitu memperhatikannya. Ada seorang anak berkacamata datang menghampiri temanku yang sedang berbaring di rumah sakit.
Tidak salah lagi, ini adalah anak yang pernah di bully beberapa minggu yang lalu oleh temankku. Kenapa dia kesini? apa yang dia ingin lakukan, toh juga orang yang berbaring adalah seseorang yang pernah menyakitinya. Kenapa juga temanku mendapatkan simpati darinya.
Atau mungkin dia ingin berbuat jahat, dengan mengatainya ‘Kapok’ di depan mukanya. Dengan begitu dia pasti akan sangat puas, karena seorang yang berbaring tersebut sedangn lemah dan tak berdaya.
Tapi sepertinya hal itu tidak mungkin ia lakukan, apa dia berani? iya benar sih kalau saat ini dia sedang sakit dan tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kalau dia sudah sembuh pasti temanku itu akan membalas perbuatanya.
Aku pandangi anak tersebut. Ada keranjang kecil yang dibawa olehnya. Sempat terlihat olehku beberapa buah seperti apel berada dalam keranjang tersebut. Lalu dia memberikannya sendiri tepat di depan temanku. Temanku melihatnya dan menerimanya dengan lemas.
Sangat ironis memang, kejahatan di balas dengan kebaikan.
Dua minggu setelah kejadian itu, temanku sudah aktif masuk sekolah kembali. Kami jalani kehidupan sekolah bagaimana semestinya. Sampai ada kejadian unik yang membuat takjub orang yang melihatnya.
Anak yang berkacamata itu tetap saja di bully oleh temanku yang lain. Tapi ketika itu ada seorang yang berani membelanya dan membubarkan orang-orang yang menghinanya.
Malahan, dia menantang semua siswa yang berani menghina anak berkacamata itu. Dengan terikan sedikit keras dia melindungi anak berkacamata tersebut.
Sejak saat itu tidak ada lagi siswa yang berani membully anak berkacamata tersebut. Dan di setiap harinya aku mendapati temanku dan anak berkacama itu sering pulang bersama, di kantin bersama, datang ke sekolahan pun kadang bersama.
Mereka sekarang menjadi sahabat yang baik. Temanku menjadi baik dan tidak nakal lagi, anak yang berkacamata itu manjadi tidak pendiam lagi. Sepertinya mereka cocok menjadi sahabat.
Begitulah jika seorang yang berbuat jahat kepada kita lalu kita malah membalasnya dengan kebaikan, hasilnya akan menjadi indah.
No Comment